Selasa, 19 November 2013

JANGAN CUMA BISA MENCELA POLANTAS, TUNJUKKAN BAHWA ANDA JUGA BAIK

Sungguh, kali ini saya ingin benar-benar mengumpat. Maafkanlah saya. 

"Loe punya mata gak sih? Lampu merah di depan mata nekad saja loe terobos! Jalan ini bukan punya moyangmu! Berapa besar sih kerugian yang bakal kau tanggung hanya dengan menunda satu sampai satu setengah menit! Loe boleh saja ganteng, gagah, berduit! Tapi, kalau di depan umum, di jalanan bahkan ketika polisi berpeluh mengatur lalu lintas yang macet di antara rinai gerimis, seenaknya saja loes langgar aturan, bagi gue LOE SAMPAH!"

Maaf, maaf. Saya benar-benar hanya ingin meluapkan kegelisahan saya terhadap para pengendara (terutama motor) yang sering melanggar lampu merah. Beberapa minggu ini (sekitar 2 bulanan mungkin) di perempatan Arhanud Pendem Batu dipasang lampu lalu lintas. Namun, nyaris setiap hari, aya menemui para pengendara yang tak tahu aturan. Mereka tidak memedulikan lampun lalu lintas yang terpasang di sana. Tanpa mikir perasaan keselamatan pengemudi lainnya, mereka tetap menerobos lampu merah seakan-akan lampu lalu lintas tak terpasang di sana. Gila. Mata mereka ditaruh dimana?

Dan baru saja, saya dibuat mangkel semangkel-mangkelnya. Apa pasal? Di antara hujan gerimis, maghrib-maghrib saya menjemput putri saya pulang les. Di pertigaan Dinoyo, seorang pemuda yang gagah, tampilannya OK, naik motor apa ya (motor cowok pokoknya), saat lampu merah ke arah belokan ke kanan (arah Betek) menyala nekad menerobos. Padahal saat itu, jelas-jelas tak sampai 2 meter, ada Polantas yang mengatur lalu lintas. Alhasil tuh pemuda langsung diberhentikan dan ditegur.

Serius. Saya muak pada pemuda itu. Sama muaknya saya dengan pengemudi lainnya yang tidak memedulikan lampu lalu lintas.

Dalam hati saya pengin teriak, "Kalau Loe dah gak punya hati, paling tidak tunjukkan kalau Loe beneran masih layak disebut manusia. Pakai otak Loe!"

Hhhh  Daripada saya memendam kejengkelan ini, mendingan saya menuliskannya di blog. Setidaknya, saya bisa menumpahkan uneg-uneg saya dan saya tidak lagi menyimpan amarah. Bisa gak produktif dan bikin jantungan.

Nah, sekarang, izinkanlah saya menuliskan yang sedikit agak halus, karena sudah sedikit reda amarah saya.

Bagi saya, para pengemudi yang melanggar aturan lalu lintas itu DERAJATNYA LEBIH RENDAH DARI KORUPTOR!

Mengapa? Mereka melanggar aturan, membahayakan keselamatan orang lain di tempat umum, terang-terangan! kalau di tempat umum, dilihat banyak orang saja mereka tidak punya malu melanggar aturan, apalagi kalau tidak ada yang melihat! Sakit hati saya melihat anak-anak muda berperilaku seperti ini.  Bisa-bisa ketika mereka mendapatkan jabatan atau posisi, mereka akan lebih korup daripada pendahulunya (Koruptor saat ini).

Pernahkah mereka berpikir bahwa selain membahayakan keselamatan orang lain, mereka telah berbuat dosa pada banyak orang, dalam hal ini adalah pengendara lainnya. Saya yakin, para pengendara lainnya akan mangkel melihat perilaku para pengendara yang tak tahu aturan ini. Bagaimana coba mereka akan meminta maaf kpada orang yang disakiti hatinya itu? Gak kebayang kalau sampai ada orang yang menyumpahi mereka dengan kata-kata atau doa buruk.

Berikutnya, mari kita renungkan. Selama ini, kita, masyarakat umum terlalu larut dalam euphoria menjelek-jelekkan polisi, terutama Polantas. Sekali ditilang (atau diajak "berdamai" dengan beberapa lembar puluhan ribu rupiah saja, sudah mampu menggeneralisasikan bahwa Polantas itu doyan suap. Mbokyao mikir. kalau Anda, kita tidak melanggar, insyaallah kita tidak akan ditilang atau ditawari damai. Kalau pun Anda sampai terlibat dalam aksi damai (suap), itu bukti bahwa Anda memang salah. kalau Anda benar dan tidak melanggar, tidak mungkin ada alasan bagi oknum polisi untuk memaksa Anda bayar uang suap Bro. Dan ingat, Nabi pernah bersabda "Yang menyuap dan yang disuap sama-sama masuk neraka." Jadi Anda dan oknum polisi yang menerima suap itu sama-sama rendahnya! Sadar!

Alangkah piciknya kita selama ini. Hanya banyak mencela keburukan para polisi dan nyaris melupakan jasa-jasanya yang luar biasa. Kita seperti melihat selembar kertas putih yang ternoda setitik tinta. pandangan mata kita hanya tertuju pada nodanya, dan sama sekali tak melihat masih banyak bagian yang putih dan bisa kita gunakan. Barangkali, memang begitulah sikap kita. Hanya mampu melihat keburukan orang lain dan melupakan kebaikannya yang sejatinya jauh lebih besar.

Mengkritik boleh saja, tapi tunjukkan dulu bahwa kita juga baik. Artinya, kalau kita mau mengkritik kelakuan buruk beberapa oknum polisi, tunjukkan bahwa kita warga negara yang taat hukum tunjukkan bahwa kita pengendara yang taat peraturan lalu lintas. Mosok bisanya cuma mencela dan tidak bisa melihat keburukan diri sendiri.

Sebagai seorang ibu, seorang guru, dari lubuk hati saya yang terdalam ingin mengucapkan rasa terima kasih pada Polisi lalu lintas. Tak sanggup saya membalas bakti mereka menyeberangkan anak-anak kandung saya saat di SD dulu, membantu saya dan para perempuan lainnya menyeberang saat jalanan macet, dan lainnya lagi.

Benar memang mereka dibayar untuk melaksanakan tugas itu. Tapi, seandainya mereka tidak bekerja sungguh-sungguh, tidak disiplin, apa yang akan terjadi? Keselamatan kita semua para pengendara jalan taruhannya.

Para polisi itu telah bekerja keras, di bawah tekanan stress yang berat, dan terkadang masih dicaci oleh para pengguna jalan. Kalau mau jalanan tertib dan aman, mari bersikap adil. Kita taati peraturan lalu lintas, insyaallah tak akan ada pintu terbuka bagi oknum polisi yang mau bertindak buruk.

Setiap kali melihat Bapak-bapak Polisi (terkadang juga Ibu polisi) sibuk beketrja di jalanan saat panas terik atau hujan turun, hati saya selalu tergetar. dan akhirnya, hanya doa yang sanggup saya berikan sebagai bentuk terima kasih saya. Semoga para polisi itu diberi kesehatan, kekuatan lahir batin, keberkahan dan kecukupan rezekinya.

Terim kasih ya Pak Polisi.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar