Senin, 18 November 2013

BIJAK MEMILAIH DAN MEMILAH DONGENG ANAK

BIJAK MEMILAH DAN MEMILIH DONGENG UNTUK ANAK

Tulisan lama di FB ku biar tersimpan rapi, saya pindah di blog ini. 

12 Mei 2011 pukul 23:35
Sebuah refleksi saat jadi juri lomba menulis adn mendongeng HIMPAUDI Kota Batu, hari ini

Rasa bangga dan bahagia jujur mengalir ke dada saya saat menyimak peserta pertama lomba menulis dan membacakan dongeng tadi pagi. Para wali murid anak-anak PAUD yang rata-rata masih sangat muda (layak jadi mantan murid saya yang lulus sekitar 5 tahun atau lebih itu) dengan lancar dan atraktif membacakan dongeng seolah-olah benar-benar sedang bercerita sungguhan.

Saya bangga dan menjadi sangat optimis bahwa di tangan ibu-ibu muda ini kelak akan tercetak generasi penerus bangsa yang kreatif, penuh ide, cerdas, dan hidup dengan memegang teguh nilai-nilai agama, moral, sosial, dan budaya dengan baik. Mengapa?

Melalui dongeng yang menarik, yang dikemas dengan kreatifitas tinggi, dan bahsa yang indah tidak saja imajinasi dan kreatifitas anak dapat dikembangkan. Namun, anak juga diberi pendidikan moral dan budi pekerti yang baik. HUbungan batin anak dan ibu pun semakin dekat. Kedekatan ini akan menjadi gerbang yang baik bagi penciptaan hubungan orang tua dan anak yang pada gilirannya akan memudahkan proses pendidikan anak dalam keluarga. Tanpa kedekatan hubungan, saling terbuka, kiranya sulit bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai moral, budi pekerti, atau nilai agama. Dongeng mampu mengover semua itu dalam kemasan menarik yang tidak terkesan menggurui.

Sayangnya, di antara rasa bangga itu saya merasa miris menemui beberapa cerita peserta. Mengapa? Setidaknya saya mencatat dua hal yang harus disikapi dengan bijak dan perlu kemauan dan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk mengubah. Berikut penjelasan lengkapnya.

1. Penanaman kebaikan/moralitas "hitamVS putih" yang salah kaprah
Kita tentu masih ingat bagaimana saat kecil kita didongengi "kancil nyolong timun". Kancil dalam dongeng lama selalu digambarkan sebagai sosok yang cerdas. Dalam banyak versi cerita kancil, ia selalu digambarkan cerdas dan berada pada posisi tokoh protagonis yang dikagumi. Padahal, bila kita cermati, kancil tak jarang ditampilkan sebagai tokoh yang licik dan menghalakan segala cara untuk meraih apa yang diinginkan.

Hal ini saya temukan pada beberapa dongeng yang ditampilkan. Satu contoh dalamn dongeng "Kera yang Serakah". Dalam dongeng ini diceritakan tentang seekor kera yang sangat serakah. Suatu hari ia mengajak burung kutilang untuk pindah tempayt tinggal. maka ia meminta bantuan kutilang untuk memasukkan semua bahan makanan yang dimilikinya ke atas perahu. Selanjutnya, ia bersama burung kutilang menyeberangi sungai. Di tengah perjalanan kutilang merasa haus dan lapar. Ia meminta makanan kepada kera. Kera tak memberinya sedikit pun meski kutilang telah membantunya. Karena marah pada kera yang pelit, kutilang mematuk-matuk dasar sungai hingga berlubang. Akibatnya, perahu tenggelam beserta bahan makanan.Burung kutilang terbang dan tersenyum penuh kemenangan melihat kera berenang dengan susah payah sampai akhirnya selamat sampai di pinggir kali.

Singkat cerita, akhirnya kera menemukan sebatang pohon pisang yang berbuah lebat dan matang. Kera makan dengan lahap. ketika kutilang dan teman-teman burung lainnya meminta, kera tak memberinya. Ketika akhirnya sang kera terjatuh dari pohon, kakinya patah, kutilang dan burung-burung lainnya tak menolong kera. Mereka bahkan menertawakan si kera, dan kemudian bersama-sama menghabiskan pisang tadi.

Bayangkan dalam penggalan singkat ini saja saya menemukan penanaman moral yang bias. Dalam cerita ini jelas terlihat bahwa pengarang ingin menyampaikan ajakannya agar anak-anak PAUD (usia 2-4 tahun) tidak serakah dan tidak pelit karena akan dibenci teman dan akan celaka. Namun, dalam cerita ini secara tersurat jelas tersampaikan bahwa kita boleh berlaku kasar yang jelas-jelas merugikan orang lain yaitu membocorkan perahu bahkan hampir merengut nyawa kera. Lalu, ketika si kera jatuh dan terluka jelas tersampaikan contoh bahwa apabila seorang penjehata menderita maka kita boleh berbuat aniaya: menertatawakn, membiarkannya (tidak segera memberi bantuan), bahkan menjarah makanan.

Lebih menyedihkan lagi, ternyata peserta yang membawakan cerita ini tidak hanya menjadi wali murid, namun ia juga seorang guru PAUD. wih, ngeri.

Meski saya masih yunior dibanding beberapa peserta (sebagian sih memang jauh lebih muda dari saya), maka saya sampaikan hal tersebut. Mengapa? Bila sebuah dongeng ditujukan untuk anak-anak dini usia, tak hanya harus menarik, bahasanya singka dan sederhana; seharusnya dengat tegas mengajarkan dan menyajikan bahwa yang putih itu putih dan yang hitam itu hitam. Anak-anak PAUD masih terlalu polos. Mereka masih kesulitan untuk berpikir abstrak atau konsep.

Maka dengan rendah hati saya mohon maaf dan memberi masukan pada para peserta baik orang tua wali atau guru PAUD terutama memperhatikan betul isi dongengnya. jangan bias!

2. Logika yang salah
Benar bahwa dunia anak penuh imajinatif, namun hendaknya dalam menulis cerita tetap kritis, analitis, dan logis. Anak-anak jaman sekarang cenderung kritis. Maka ketika saya menemukan dongeng "Kehebatan Buah dan Sayur" kembali naluri keguruan saya terpanggil. Dan... haduh muncullah beberapa kalimat penjelasan.

Dalam dongeng "Kehebatan Buah dan Sayur" menceritakan seorang anak kecil yang tidak suka makan buah dan sayur meski sudah dirayu. Hingga suatu malam si anak ini bermimpi menyeramkan. dalam mimpinya, karena ia tersesat ia berteriak-teriak minta tolong. Muncullah wortel dan buah. Tak ada yang mau menolongnya malahan wortel dan apel mengejalnya. Ia terbangun dan berteriak-teriak. Ketika ibu akhirnya datang dan menenagkannya dia menceritakan mimpinya.
Kata sang ibu "Itu karena Mas gak suka makan buah dan sayur." Nah, sejak saat itu sang anak menjadi suka buah dan sayur.

Sesimple itu? Saya yakin meski diam tetap saja akan banyak anak yang tak tersentuh untuk kemudian menjadi terbiasa karena konsumsi makanan itu.

Lha, mengapa tidak mengangkat hal yang logis. Misalnya karena malas makan buah, anak akan jatuh sakit. Saat dokter memeriksa, dikatakan bahwa bila anak mau makan buah dan sayur, mungkin tokoh aku akat sehat.

Alhamdulillah meski sedikit saya bisa memberikan sumbangsih saya buat duni pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar