Jumat, 21 Juni 2013

RENUNGAN: Hari Gini Takut Gagal?

“Kamu gak malu bila apa yang kamu lakukan gagal?”
“Malu sama siapa?”
“Ya orang-oranglah ya mengetahui rencanamu itu. Gak takut mereka akan menertawakanmu kalau kamu gagal?” tanya seorang temanku pagi ini sambil menatapku.
Aneh, pikirku.  Emang apa yang sedang kurencanakan dan akan menimbulkan rasa malu atau menjatuhkan harga diriku bila aku gagal? Kenapa juga harus malu pada orang lain?
“Ah… tidak. Sudah habis masaku untuk malu apalagi menderita karena kalah atau dikalahkan, menjadi terpuruk karena terjatuh dan dijatuhkan. Bukankah hidup adalah sebuah pilihan?”
“Maksudmu?”tanyanya semakin tak mengerti dengan jawaban diplomatisku. Lalu meluncurlah dialog imajinatif ini di benakku. Karena, sejatinya teman yang kuceritakan ini pun teman imajinatif yang sengaja kuciptakan saat aku sedang melangkah menentukan sebuah pilihan. Barangkali juga langkah besar.
Tuhan menciptakan manusia dengan hati dan pikiran. Dengan keduanya, manusia bisa menentukan pilihan, mau bahagia atau menderita. Dan sungguh, jangan sekali-kali menempatkan bagaimana orang lain menanggapi keberhasilan atau kegagalan kita sebagai penentu kebahagiaan atau kesengsaraan hidup kita. Bingung?
Ok. Dulu sekali, aku selalu terikat pada apa komentar orang bila aku melakukan tindakan tertentu. Aku juga sangat terikat dengan perasaan, bagaimana komentar atau rasan-rasan orang ketika aku gagal meraih sesuatu? Tentu mereka akan mencibirku di belakangku. Dan sungguh hal itu ternyata sangat membebani hidupku. Aku menjadi sangat menderita karena semua itu. Aku takut dirasani orang. Aku takut dicibir orang. Dan aku menjadi pribadi yang gamang, sensitif.  Benar-benar sengsara lahir batin.
Alangkah bodohnya aku ketika aku membiarkan diriku disiksa oleh segala praduga itu. Toh andai benar ada yang mencibirku ketika aku gagal, apa kalau aku stress, menangis, meraung, bahkan mungkin gila karenanya, lalu masalah akan selesai? Apa mereka akan menjadi berbalik mengasihani kita lalu mengulurkan tangan memberikan bantuan? Hehehe, please, buka mata lebar-lebar, pasang telinga, tajamkan hati nurani! Ternyata tidak, bukan? Mereka mungkin tidak peduli atau semakin ngakak melihat kejatuhan dan keterpurukanku. Alangkah bodohnya aku bila masih seperti itu.
Alhamdulillah, umur, penghinaan, kekalahan atau dikalahkan, malu atau dipermalukan, ternyata hanya cara Allah untuk mendidik hamba-Nya menjadi kuat. Akal dan pikiran yang semakin terasah membuatku pada satu kesimpulan bahwa mau hidup bahagia atau menderita seharusnya manusia sendirilah yang menentukan pilihan. Kalau ia mau disetir orang lain (dalam arti sesungguhnya maupun tidak), itu pilihan.
Lagi pula, hidup telah banyak mengajarkan padaku bahwa kegagalan, kekalahan, atau penghinaan adalah cara-Nya menyadarkanku bahwa langkah, rencana, pondasi, atas apa pun yang sedang kujalani atau kupilih itu terlalu lemah. Tidak kuat. Bukankah lebih baik gagal pada awal langkah ketimbang gagal di tengah-tengah perjalanan apalagi di ujung perjalanan?
Jadi, buat apa malu gagal dalam melakukan sesuatu? Ah, jadi teringat kata-kata simple bapakku.
Koyok wong ra nduwe iman. Onok Gusti Allah, Yang Maha Penolong.” 

Jadi, masihkah aku, juga engkau, takut malu karena gagal? Mulailah atau kalian akan kalah sebelum perang dimulakan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar