Jumat, 04 September 2015

Membangkitkan lagi Budaya Menulis

Sedih rasanya ketika majalah sekolah tak bisa terbit tahun lalu. Ada kendala yang membuat tahun lalu majalah PARAMA, majalah SMA Negeri 1 Batu tidak terbit. Padahal naskah sudah siap, lay outr sudah lebih dari 80%. Namun, mau bagaimana lagi, saya pribadi tak sanggup memecahkannya kecuali terpaksa membatalkan penerbitannya.Tak hanya PARAMA yang gagal terbit, kumpulan cerpen tentang Gunung Kelud pun urung, batal. Padahal audisi sudah selesai dilakukan, sebagian naskah pun tinggal mengeditnya.

Alhasil, secara pribadi, semangat untuk membimbing anak didikku menulis pun ikut-ikutan padam. Saya sempat menjadi malas membina ekstrakurikuler menulis. Untungnya, saya pun enggan mengambil honor membina ekstra. hehehehe. Lagipula, selama menjadi pembina ekstrakurikuler jurnalistik, saya tidak pernah mengambil honornya. Biasanya, anak-anaklah yang mengambil honornya dan menggunakan untuk operasional ekstrakurikuler jurnalistik.

Perasaan bersalah terhadap anak-anak didik yang ingin menekuni dunia kepenulisan sejatinya terus melecut perasaan saya. Saya sadar tak boleh teruis-menerus malas seperti ini. Saya harus bangkit. 

Ajaran Baru, Semangat Baru
Bismillah, awal tahun ajaran baru kali ini, saya mencoba membayar kegagalan tahun lalu. Setidaknya ada beberapa rencana yang saat ini sedang dalam proses. 

Pertama, menerbitkan kumpulan cerpen karya siswa kelas XI. Cerpen yang diterbitkan adalah cerpen karya siswa kelas XI yang merupakan hasil akhir pembelajaran teks cerpen. Bersama-sama anak tim jurnalistik, saya menyeleksi teks cerpen yang layak untuk diterbitkan. Siswa yang naskah cerpennya terpilih saya kumpulkan dan saya beri pembinaan agar membenahi cerpennya. Setelah selesai direvisi, teks cerpen diedit oleh anak-anak dari tim jurnalistik.

Kumpulan cerpen tersebut insyaallah akan kami launching pada pelaksanaan Bulan Bahasa bulan Oktober 2015 nanti. Semoga tak ada aral. Bila impian ini terwujud, kumpulan cerpen tersebut akan menjadi buku kedua karya anak-anak SMA Negeri 1 Batu. Harapannya, tentu bukan hanya memberi ruang bagi kreativitas anak didik, tetapi juga agar menjadi motivasi bagi peserta didik lainnya untuk berkarya. 

Kedua, mengajak anak-anak tim jurnalistik membuat blog dan berlatih menulis di blog. Ketika majalah sekolah tidak bisa terbit, seharusnya hal tersebut tidak mematikan semangat dan kreativitas saya untuk membimbing anak-anak untuk menulis. Masih ada media untuk memublikasikan tulisannya yang tidak kalah menariknya antara lain FB, blog, dan Kompasiana. Pada awal latihan jurnalistik tahun ajaran baru 2015 kali ini saya mengajak anak didik saya untuk mulai membuat blog dan menggunakannya untuk memublikasikan tulisan-tulisannya di sana. 

Alhamdulillah, baru seminggu ajakan tersebut saya sampaikan, siang ini sudah ada dua siswa yang telah membuat blog dan mengirimkan tautannya pada saya yaitu
1. Cuca dengan "C'Logging , " C Stand for Cuca di http://amryatx.simplesite.com/420176975? dan b=13225B38A14242F52F8FCA1A5429A7860FFEF

2. Adhel dengan blog barunya, http://adhmala.blogspot.co.id/2015/09/ketika-guru-berpilih-kasih.htm

Saya tentu masih sepenuh harapan menunggu munculnya blog-blog keren buatan anak didik saya yang lain. Saya yakin ketika mereka sudah menjadi terbiasa bahkan kecanduan menulis di blog, ketrampilan menulisnya pun akan terasah dengan baik. Untuk itu, insyaallah saya akan meluangkan banyak waktu saya untuk membaca tulisan di blog mereka lalu membahasnya dalam pelatihan menulis di sekolah. Setidaknya, pada angkatan sebelumnya, ada dua siswa saya yang keranjingan menulis setelah mereka membuat blog. Hingga saat ini blognya masih aktif dan isi tulisannya pun makin padat dan makin nikmat dibaca. Tengoklah blog milik Harrits Rizky Budiman dan Udin.

Ketiga, meneruskan budaya mengikuti berbagai kegiatan lomba jurnalistik seperti lomba mading, mini newspaper, dan lomba-lomba menulis lainnya. Tujuan utama mengikuti lomba menulis yang utama bukanlah untuk memperoleh kemenangan. Sebab, bila kemenangan menjadi tujuan utama, ketika kekalahan yang diraih akan mendatangkan rasa sesal dan kecewa yang luar biasa. Alhamdulillah, budaya menjadi pemenang telah terbina selama ini. Semoga di masa mendatang kemenangan akan terus dapat diraih anak didikku.

Mengikuti lomba sejatinya lebih banyak untuk mengukur sejauh mana pencapaian hasil belajar anak didik dibandingkan anak didik dari sekolah dan daerah lain, sekaligus untuk menimba pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman.

Yuk ah menulis lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar