Senin, 15 September 2014

YANG SALAH ADALAH PAHLAWAN (ati-ati, judulnya menjebak)

YANG SALAH ADALAH PAHLAWAN 

Sebagai gurui bahasa Indonesia, sejak awal jadi guru tahun 1997, saya memilih bersikap frontal dan menolak teori yang bertentangan dengan keyakinan saya. Salah satunya adalah slogan untuk menghindari mengucapkan atau mengomentasi "Salah." pada pekerjaan siswa. Bukankah sejak lama kita sering mendengar anjuran untuk memberi komentar, "Hampir betul," atau komentar lain yang senada. Artinya, memberi nilai negatif itu tidak baik. 

 Kalau tidak salah duluuu, saat kuliah S-1 itu saya terima saat kuliah psikologi pembelajaran. . Penolakan saya terhadap psikologi pembelajaran yang pernah saya terima saat kuliah dulu yaitu bahwa saat anak menjawab salah, maka guru tidak boleh mengatakan salah. Harus dikomentari, bagus, hampir betul, atau kurang sempurna. 

Menurut saya, komentar seprti itu sama halnya mendidik anak untuk menjadi munafik. Salah ya salah. Benar ya benar. Sejak 5 tahun terakhir, saya memutuskan untuk mengusung slogan "Yang salah adalah pahlawan". Demikianlah, maka setiap kali memberi pertanyaan atau tugas, saya selalu katakan pada anak didik saya, "Haram hukumnya malu menjawab atau mempresentasikan tugas." Awalnya, tentu saja, sikap saya ini membuat anak didik saya di awal-awal saya ajar ketakutan. Lha piye? Mata gurunya lebar, suaranya lantang, kalau marah dikit wuaaaa menakutkan.

Demikianlah, saya mencoba menjelaskan maksud slogan saya dengan cara sederhana. Pada saat saya menunjuk salah seorang siswa untuk membacakan tugasnya (misal menulis), lalu seperti biasa umumnya anak-anak, begitu pekerjaan temannya dianggap salah, mereka akan menertawakan anak tersebut.

Yang saya lakukan saat itu adalah membimbing siswa untuk menganalisis hasil kerja yang dipresentasikan tersebut. Setelah menemukan penyebab kesalahannya, kemudian saya ajukan pertanyaan. "Nah, sekarang, coba tukarkan tugasmu dengan teman sebangku. Apakah dalam pekerjaan kalian juga ada kesalahan yang sama?" Atau bisa juga, "Coba siapa yang pekerjaannya juga mengandung kesalahan yang sama seperti yang dilakukan teman kalian ini?"

Biasanya di awal-awal pertemuan, anak-anak tidak ada yang mengaku. Sehingga saya biasanya memberi ancaman agak tegas.
"Hayo... jangan bohong! Ingat, kunci kesuksesan 100 orang sukses sedunia nomor 1 adalah JUJUR. Coba bayangkan, kalau kalian tidak mau jujur, mengakui bahwa kalian masih salah, masih belum menguasai materi ini, bagaimana Ibu bisa membantu kalian untuk memahami materi ini? Ayo... Tidak boleh malu. Angkat tangan yang kesalahannya sama dengan teman kaian tadi!"

Alhamdulillah, biasanya dengan kalimat-kalimat yang isinya sama (tentu gak mungkin kan tiap tahun kalimat saya sama persis hehehe), anak-anak akan mengangkat tangan dan mengakui bahwa kesalahan tugas mereka sama dengan yang dibuat temannya yang presentasi. Saat itulah kemudian saya sampaikan pernyaataan. "Nah, coba renungkan. mengapa kalian menertawakan teman kalian sementara kalian pun membuat kesalahan yang sama?"

Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, menjadi lebih mudah bagi saya untuk menguatkan konsep "Yang salah adalah Pahlawan." Salah yang dimaksud di sini adalah salah mengerjakan tugas atau soal. Mengapa demikian? Kesalahan siswa dalam mengerjakan tugas biasanya bersifat general, biasanya beberapa orang atau bahkan bisa jadi lebih dari separoh siswa di kelas membuat kesalahan yang sama.

Begitulah akhirnya setelah pembelajaran berlangsung dua bulan lebih anak-anak akan terbiasa mendengar komentar saya "Salah." Ketika ada siswa mempresentasikan tugasnya, kemudian diberi tanggapan. Kalau presentasi dan tanggapan mereka salah, pada saat saya memberi komentar, saya akan dengan tegas menyatakan "Salah!"

Saya tidak ingin kelak ketika mereka dewasa nanti, apalagi saat menjadi pemimpin nanti mereka akan menjadi sosok yang "mudah memaklumi", menganggap hal yang salah sebagai "nbisa dimaafkan." Hal ini menurut saya tidak mendidik. Bagaimana pun salah itu ya salah. Jangan dikatakan hampir benar atau kurang sempurna.

Bisa jadi kan seorang anak akan mengulang kesalahan yang sama (tidak hanya dalam ulangan atau mengerjakan tugas), tetapi dalam kehidupan nyata, karena kita pernah mendapat komentar " Bagus, cuma kurang sempurna." Padahal sejatinya tugas mereka itu beneran salah.

Demikianlah biasanya setelah memasuki bulan kedua, anak didik saya bukannya menghindar untuk menjawab atau mempresentasikan tugasnya. Sebaliknya, mereka akan berebut mempresentaskan tugasnya. Mengapa? Setidaknya ada dua keuntungan yang akan didapatkannya. Pertama, mereka mendapat penghargaan sebagai pahlawan karena membantu saya mengetahui materi apa yang belum dikuasai. Berdasarkan kesalahan siswa inilah kemudian saya memberikan penjelasan ulang. Kedua, kepada mereka saya berikan reward, minimal untuk nilai afektif.

Oh iya .... hehehe ternyata masih kurang. Yang ketiga, yang mempersentasikan tugas akan mendapat keuntungan karena tugasnya dianalisis bareng-bareng. Tidak hanya analisis dari teman-temannya, tetapi juga dari saya. Tentu saja ini memudahkan bagi mereka untuk merevisi tugasnya.

Saya selalu ingat nasihat Pak Daniel Rasyid saat Konferensi Blogger Nasional di Unair tahun 2012 lalu. "Siswa boleh bersalah. Yang tidak boleh adalah berbuat dosa."

Semoga menginspirasi. (Lagi ingin menulis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar